Jepang Bekerjasama dengan FKH UGM akan Meningkatkan Kualitas Sapi Lokal

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp

Yogyakarta, Mei 2018 – Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM siap meningkatkan kualitas sapi lokal Indonesia melalui program kemitraan dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) – JICA Partnership Program (JPP). Program kemitraan ini merupakan bentuk dukungan JICA untuk mendorong pelaksanaan pembangunan di negara berkembang melalui pemberdayaan masyarakat, diprakarsai oleh berbagai mitra pembangunan Jepang yang memiliki teknologi dan pengalaman dalam pembangunan, misalnya pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi. Pada kesempatan ini, FKH UGM menggandeng Yamaguchi University sebagai mitra dalam upaya pengembangan dan peningkatan kualitas sapi lokal.

Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mencanangkan berbagai program untuk meningkatkan populasi sapi di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan daging nasional. Sesuai dengan skema JPP mengenai peningkatan kualitas hajat hidup manusia yang bermanfaat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, FKH UGM berupaya mendukung program pemerintah melalui program kemitraan dengan JICA guna meningkatkan kualitas sapi lokal Indonesia. “Program ini dapat mendukung program pemerintah dalam upaya peningkatan populasi sapi Indonesia. Dalam rangka mewujudkan program kemitraan ini, FKH UGM akan didampingi langsung oleh Prof. Hiroya Kadokawa, Bsc. (Agric), Ph.D., ahli reproduksi sekaligus ahli manajemen sapi perah dan pedaging dari Yamaguchi University”, terang drh. Agung Budiyanto, M.P., Ph.D.

Program ini diinisiasi dengan mengundang Prof. Kadokawa untuk melihat kondisi peternakan rakyat di Yogyakarta. Rangkaian kegiatan Prof. Kadokawa diawali dengan kuliah umum bertajuk “Beef Production in Japan “. Prof. Kadokawa menyampaikan bahwa berdasarkan Food and Agriculture Organization (FAO) jumlah sapi Indonesia lebih banyak dibandingkan sapi Jepang, namun produksi daging sapi Jepang lebih tinggi dan berkembang dibanding Indonesia. Padahal secara geografis, wilayah Indonesia lebih cocok untuk bertani dan beternak dibandingkan Jepang. “Jumlah sapi Indonesia lebih banyak dari pada sapi Jepang dan kondisi geografis sangat mendukung, sehingga sangat mungkin sekali Indonesia dapat meningkatkan produksi daging sapi”, ujar Prof. Kadokawa. Untuk mewujudkan hal itu, ada beberapa hal terkait manajemen pemeliharaan yang harus diperbaiki.

Luaran program kemitraan dengan JICA adalah menghasilkan sapi-sapi lokal Indonesia dengan kualitas daging yang baik menyerupai sapi Jepang (Wagyu). Oleh karena itu, Prof. Kadokawa bersama drh. Agung Budiyanto, M.P., Ph.D berupaya menganalisis kemungkinan untuk dilakukan persilangan antara sapi lokal dengan sapi wagyu. “Di Jepang, sudah mulai mengembangkan persilangan wagyu dengan Holstein untuk meningkatkan produksi daging serta susu. Sehingga, upaya persilangan ini memungkinkan dilakukan untuk meningkatkan produksi serta kualitas daging sapi Indonesia” tambah Prof. Kadokawa. Untuk menindaklanjuti rencana tersebut, Prof. Kadokawa terjun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi sapi di peternakan rakyat.

Kelompok ternak Andini Mulyo adalah salah satu kelompok ternak di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul yang akan dijadikan model peternakan rakyat untuk pengembangan persilangan sapi lokal-wagyu. Populasi sapi peranakan ongole (PO) dan persilangan simental-PO (Simpo) berjumlah 150 ekor. Pengamatan utama yang dilakukan di kelompok ternak adalah kondisi peternakan dan berat badan sapi. Berdasarkan rata-rata berat badan, Prof. Kadokawa menyampaikan bahwa sapi simpo paling memungkinkan untuk disilangkan dengan sapi wagyu karena tubuh sapi simpo yang lebih besar diharapkan tidak menyebabkan kesulitan melahirkan.

Selain kunjungan ke Gunungkidul, Prof. Kadowa juga diajak mengunjungi Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTUHPT) Baturraden, Jawa Tengah. Kunjungan Prof. Kadokawa disambut dengan baik oleh perwakilan BBPTUHPT, Ir. Sujatmiko. Pada kunjungan ini, Prof. Kadokawa melakukan pencermatan pada manajemen perkandangan. “Bentuk atap yang masih tertutup menyebabkan aliran udara di kandang menjadi tidak bagus, hal dapat menyebabkan sapi stress” jelas Prof. Kadokawa. Beliau juga menambahkan bahwa manajemen kandang harus diperbaiki agar sapi tidak stres sehingga produksi sapi menjadi optimal. Selanjutnya, dengan terlaksananya kemitraan ini, diharapkan persilangan peranakan Friesien Holstein (PFH) dengan sapi wagyu dapat dikembangkan juga untuk meningkatkan produksi dan kualitas daging sapi Indonesia.

Luaran yang diharapkan dari program kemitraan ini akan tercapai dengan memperbaiki aspek manajemen pemeliharaan sapi yang meliputi, recording, manajemen pakan dan manajemen kandang . Hal pertama yang harus diperhatikan adalah recording sapi, yaitu identitas yang berisi jenis sapi, umur, berat badan, dan nama pemilik. Recording dapat membantu peternak dan petugas menelusuri silsilah keturunan sapi guna memperbaiki kualitas sapi secara genetik. Salain itu, recording dibutuhkan untuk menyeleksi sapi-sapi yang akan disembelih di rumah potong hewan. Sapi yang belum mencukupi umur sembelih, seharusnya dikembalikan kepada peternak. Sapi wagyu di Jepang, diperbolehkan disembelih pada usia 26-32 bulan. Selanjutnya, manajemen pakan yang harus diperhatikan adalah penyesuaian waku pergantian jenis pakan dengan umur sapi. Kemudian, manajemen kandang perlu diperbaiki untuk menghindari sapi stres. Sapi yang stres dapat menyebabkan produksi daging ataupun susu menurun. Selain itu, Prof. Kadokawa juga menyampaikan bahwa untuk menghasilkan kualitas daging yang baik sapi jantan sebaiknya dikastrasi karena hormon steroid jantan akan membuat kualitas daging menjadi kurang baik.

Dengan memperbaiki berbagai aspek manajemen tersebut, diharapkan FKH UGM dapat menjadi pionir dalam perbaikan kualitas sapi lokal Indonesia. Berdasarkan pengamatan dan penilaian Prof. Kadokawa terhadap model peternakan rakyat di Gunungkidul, Yamaguchi University dan FKH UGM sepakat membangun komitmen untuk meningkatkan program pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kualitas sapi lokal yang tertuang di dalam proposal kerjasama FKH UGM-JICA. Selanjutnya, Gunungkidul siap menjadi model peternakan rakyat sebagai lokasi pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sapi-sapi simpo untuk di silangkan dengan sapi wagyu-IP.