Wildlife Expedition is a collaborative activity between the Wildlife Study Group (KSSL) and the Veterinary Pecinta Alam Gadjah Mada (VETPAGMA) FVM UGM. The theme raised this year is “The Hidden Treasures of Mount Merapi: A Journey to Understand, Restore, and Protect Mount Merapi’s Nature.”
SDG 13: Climate Action
The event started at 19:00 with a communal cooking session, followed by games, sharing sessions, and bonding activities. The second day began with an outbound session along the trails of Bukit Klangon in the morning. These activities aim to introduce habitat to the area and make new members responsible and take part in nature conservation.
Even though the event was quite busy and required a lot of preparation, participant Semoet Dolan ensured that no rubbish was left behind. During the communal cooking process, the materials used are recycle-able and ensures that there is no fire that can damage the surrounding habitat.
Our hope through this event is to raise awareness about the environmental degradation prevalent in Indonesia and foster a love for nature among all participants. Thus, this activity contributes to achieving the Sustainable Development Goals, specifically Goal 4 on Climate Action and Goal 15 on Life on Land.
Salam lestari!
Writer: Qolbii Annisa M. G. and Ardelia Kirana A.
Photo Credit: Ardelia Kirana A.
Topik yang diangkat dalam pidato tersebut termasuk dalam salah satu neglected tropical disease yang paling sering ditemukan terutama di Indonesia, yaitu Fasciolosis atau infeksi yang disebabkan cacing Fasciola. Penyakit ini sering ditemui pada hewan ternak, terutama sapi. Jenis Fasciola yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Fasciola gigantica. Ini merupakan hal yang patut kita soroti karena ini berpengaruh pada kesehatan dan kualitas ternak di Indonesia. Fasciola pada ternak akan berpengaruh pada penurunan produktivitas serta fertilitas.
Dalam pidatonya, beliau juga menyebutkan bahwa Lymnaeidae sendiri adalah jenis siput yang diketahui mampu menjadi perantara terhadap penyebaran Fasciola. Di Indonesia, yang memiliki iklim tropis dengan kondisi lingkungan yang cocok untuk perkembangan parasit sepanjang tahun, infeksi cacing hati melalui keberadaan Lymnaeidae tersalurkan melalui siput yang berdiam di sawah dan diantara batang padi. Selain itu, kadang beberapa peternak masih menggunakan manure segar untuk pupuk pertanian dan menggunakan sisa hasil pertanian untuk pakan ternak dimana cacing ini dapat berkembang biak.
Penanggulangan pada kasus ini dapat dilakukan dengan cara memberikan obat cacing (antelmintik) pada sapi secara berkala. Pemberian obat cacing ini juga harus dibarengi dengan pencegahan. Pencegahan infeksi fasciolosis di Indonesia dapat dilakukan dengan pengelolaan kotoran ternak dengan cara pembuatan kompos dan pelayuan pakan. Beliau juga menyimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan peternak masih sangat perlu dilakukan melalui program pengabdian Masyarakat.
Selanjutnya, Prof. Joko yang juga pernah menjabat sebagai dekan FKH pada periode 2012-2016 ini mengadakan acara syukuran di Auditorium Fakultas Kedokteran Hewan. Acara syukuran ini dihadiri oleh seluruh dosen dan tendik. Dalam acara ini para undangan menikmati hidangan yang lezat diiringi musik yang khas dari tahun ‘80an.
Penulis: Dea Dwi Novita