Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan workshop re-Desain Kurikulum Program Studi Kedokteran Hewan dan Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Hewan 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan kurikulum yang relevan dan menciptakan lulusan mumpuni di dunia kerja.
Sorotan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH - UGM) kembali kukuhkan guru besar yaitu Prof. Dr. drh. Asmarani Kusumawati, M.P., sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Teknologi Reproduksi Veteriner Molekuler (20/5).
Kamis 16 Januari 2025, FKH UGM mengadakan Pelantikan Dokter Hewan Periode Desember 2024.
Fakultas Kedokteran Hewan UGM tampil dengan kebudayaan Dayak dalam Kirab Nitilaku kali ini. Suku Dayak tersebar di berbagai daerah di pulau Kalimantan, Indonesia, dan terkenal dengan kedekatan mereka dengan alam serta kekayaan flora dan fauna yang terdapat disana. Tanpa menghapus ciri khas sebagai kedokteran hewan, FKH juga menampilkan maskot berupa landak dan ular cobra.
Kirab Nitilaku diikuti oleh lebih dari 1000 peserta dari berbagai fakultas dan unit di lingkungan UGM. Acara ini juga dapat ditonton oleh masyarakat luas. Sepanjang perjalanan kirab Nitilaku, masyarakat banyak berkumpul untuk sekedar menonton, maupun mengambil gambar dan video.
Kirab Nitilaku juga menjadi ajang berkumpul dan silaturahmi dengan para Gamavet; alumni FKH UGM. Acara ini diikuti oleh 20 orang Gamavet dari berbagai angkatan. Sekjen Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), drh. Andi Wijanarko, menyampaikan bahwa Kirab Nitilaku ini merupakan acara yang sangat menarik, menghibur, perlu dilestarikan karena tidak hanya sebagai bentuk preservasi kebudayaan, namun juga sebagai ajang menjalin hubungan yang harmonis dalam keluarga besar Universitas Gadjah Mada.
Keikutsertaan FKH UGM dalam Kirab Nitilaku 2024 mendukung poin SGD 4 Pendidikan berkualitas, SDG 10 Berkurangnya Kesenjangan, dalam bentuk keanekaragaman budaya. Selain itu, acara ini juga mendukung SDG 16 Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh, serta SDG 17 Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Tags: #VeterinaryMedicine #NitilakuUGM
#SGD 4 Pendidikan berkualitas #SDG 10 Berkurangnya Kesenjangan #SDG 16 Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh #SDG 17 Kemitraan untuk Mencapai Tujuan
Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini diselenggarakan dengan kerjasama antara FKH UGM dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang D.I. Yogyakarta, dan melibatkan 12 dokter hewan pelaksana, 18 koasistensi serta mahasiswa S1 dari UKM Kelompok Studi Hewan Kesayangan (KSHK) dalam perawatan pasca operasi. Ketua PDHI DIY, drh. Aniq Syihabuddin, dalam wawancaranya mengatakan kegiatan ini dilaksanakan di kampus dikarenakan banyaknya kucing yang diberikan street-feeding oleh para pecinta kucing di UGM. Oleh karena itu, populasinya perlu dikendalikan dengan sterilisasi agar tidak menyebabkan masalah lingkungan maupun masalah kesehatan kucing itu sendiri. Selain itu pemberian vaksinasi rabies pada kucing-kucing di kampus penting dilakukan untuk mencegah penularan rabies ke manusia melalui kucing. Vaksinasi rabies membantu mengurangi risiko penyebaran penyakit zoonosis, melindungi kesehatan hewan dan manusia. Hal ini secara tidak langsung mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) 3, Good Health and Well-being.
Kerjasama ini merupakan upaya untuk mensinergikan kegiatan FKH UGM dan PDHI D.I Yogyakarta sehingga bisa semakin meluas, tidak hanya di lingkungan kampus tetapi juga di masyarakat umum untuk membantu mengendalikan populasi kucing serta meningkatkan ketahanan hewan kesayangan terhadap penyakit rabies dengan program vaksinasi gratis. Program ini akan dilanjutkan secara berkala demi mencapai tujuan jangka panjang dalam pengelolaan populasi kucing, membantu menjaga keseimbangan ekosistem, mencegah dampak negatif pada biodiversitas serta berkontribusi pada lingkungan perkotaan yang lebih bersih dan aman. Hal ini selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 15, Life on Land dan SDGs 11, Sustainable Cities and Communities.
Keterlibatan mahasiswa dalam program sterilisasi kucing dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang kesejahteraan hewan dan pentingnya pengendalian populasi hewan, serta memperoleh pengalaman praktis yang mendukung pendidikan mereka di bidang kedokteran hewan selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 4, Quality Education. Tamam, salah satu koasistensi yang terlibat mengatakan, kegiatan ini memberikan kesempatan baginya untuk mempraktekkan secara langsung beberapa langkah operasi di antaranya incisi abdomen kucing dan ligasi uterus.
Penulis: Laila Nur Fatimah
Setelah rapat senat dibuka, agenda selanjutnya adalah penyampaian Laporan Dekan tahun 2024 oleh Prof. drh. Teguh Budipitojo, M.P., Ph.D selaku Dekan FKH UGM. Tema yang diangkat oleh Dies Natalis FKH UGM ke-78 adalah “Transformasi Profesi Dokter Hewan dalam menghadapi Era Digital dan Perkembangan Artificial Intelligent”.
Kemudian acara dilanjutkan dengan Orasi Ilmiah yang disampaikan oleh Ketua Departemen Bedah dan Radiologi, Dr. drh. Dhirgo Aji, M.P. dengan judul “Osteoartritis pada Anjing: Problem, Terapi, dan Dampak Ekonomi pada Masyarakat Pemilik Anjing di Indonesia”. Osteoartritis (OA) merupakan kelainan muskuloskeletal yang banyak dijumpai pada hewan peliharaan, terutama anjing. Saat ini, osteoartritis pada anjing merupakan kasus penyakit artikuler yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan negara negara lain di Asia, Eropa bahkan Amerika. Dampak terganggunya kesejahteraan hewan penderita OA sangat jelas terlihat pada gejala nyeri yang amat sangat sehingga hewan berjalan timpang atau bahkan tidak mampu berdiri. (SDG 15 Ekosistem Darat)
Dalam pidatonya, Dr. Dhirgo Aji menjelaskan jenis obat-obatan yang digunakan sebagai terapi bagi anjing penderita OA, serta tindakan operasi yang harus dilakukan apabila kondisi sudah semakin parah. Jenis obat yang digunakan adalah Anti-inflamasi Non Steroid dan tindakan operasi berupa Total Hip Replacement dan Total Knee Replacement. Perlu diketahui juga tindakan pengobatan dan operatif ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. (SDG 4 Pendidikan Berkualitas)
Beliau juga mengingatkan para pemilik akan pentingnya kesejahteraan hewan peliharaan. Pemilik hewan peliharaan harus siap secara fisik, mental dan ekonomi untuk mengobati hewan peliharaan yang terpapar penyakit terutama OA, karena hal ini adalah bentuk memastikan kesejahteraan hewan terpenuhi dengan baik. (SDG 4 Pendidikan Berkualitas, SDG 15 Ekosistem Darat)
Selain itu, FKH UGM juga memberikan insentif kepada mahasiswa berprestasi beserta dosen pembimbingnya sebagai bentuk apresiasi terhadap prestasi yang diraih seperti pada kompetisi akademik dan non-akademik. Rapat Terbuka Senat Fakultas Kedokteran Hewan Tahun 2024 diakhiri dengan pemotongan tumpeng dalam rangka Dies Natalis ke-78 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. (SDG 1 Tanpa Kemiskinan, SDG 2 Tanpa Kelaparan)
Penulis : Dea Dwi Novita & Yanis Ramadhanti
Sapi-sapi yang bergabung terdiri dari 5 kelompok gerobak sapi, yaitu kelompok Pangrekso Andini Karyo, Langgeng Sehati, Makarti Roso Manunggal, Manunggal Lestari, dan Pager Merapi yang berasal dari Klaten, Jawa Tengah. (SGD 17 Kemitraan untuk Mencapai Tujuan – Kemitraan Masyarakat Sipil).
Acara dimulai dengan karnaval gerobak sapi yang diikuti 86 gerobak pada pukul 08.00 pagi. Masing-masing gerobak ditarik oleh 2 ekor sapi, dan gerobak dinakhodai 1 bajingan dan 1 navigator di bagian belakang. Pada saat karnaval, penonton boleh ikut merasakan duduk didalam gerobak dan ikut berkeliling. Gerobak Sapi terlihat indah dengan warna-warni yang memukau.
Gerobak Sapi Yogyakarta adalah warisan budaya tak benda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah diakui UNESCO sejak tahun 2019 Gerobak-gerobak ini masih aktif digunakan sebagai sarana transportasi lokal yang tentu saja tidak mengeluarkan polusi udara (SDG 11 Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan).
Sapi yang diikutkan adalah sapi potong tipe Peranakan Ongole (PO). Salah satu ciri khas Sapi PO adalah badan yang tinggi besar, berwarna putih keabu-abuan, dan mempunyai punuk di belakang kepala. Sapi-sapi PO ini mendapatkan perawatan yang maksimal dan sudah pasti sehat karena mampu dan sudah terbiasa untuk menarik gerobak dan melakukan perjalanan yang cukup panjang (SDG 15 Ekosistem Darat).
Setelah melakukan karnaval, terdapat 2 lomba yang bisa mereka ikuti, yaitu: Drag Race, dan Tunggang Sapi. Perlombaan Drag Race adalah lomba ketangkasan pengemudi gerobag sapi (bajingan). Perlombaan ini hanya boleh diikuti oleh 1 orang bajingan atau joki tanpa navigator sedangkan tipe gerobak ditentukan oleh panitia. Peserta diperbolehkan menggunakan sapi milik sendiri atau sapi yang disediakan panitia. Selama lomba berlangsung, sapi dan gerobaknya harus melewati rute yang sudah dirancang dalam waktu maksimal 5 menit. Hal-hal yang menjadi penilaian adalah bagaimana ketangkasan bajingan mengendalikan sapi beserta gerobag yang ditungganginya tanpa menyentuh tali batas luar rute dan pasak pada bagian tengah rute melingkar. Kecepatan juga sekaligus menjadi poin penilaian.
Lomba individu berikutnya adalah kategori Sapi Tunggang. Masing-masing penunggang dan sapinya harus melewati rute berliku yang ditentukan panitia dalam waktu kurang dari 2 menit. Selain itu, sapi harus mampu diarahkan untuk memberikan penghormatan di depan panggung selama 30 detik. Kriteria penilaian adalah kepatuhan dan ketenangan sapi dalam kendali sang joki (bajingan) dan keselarasan keduanya dalam waktu yang terbatas.
Para pemenang (3 terbaik dari setiap kategori) dihadiahi piala Dekan FKH UGM serta uang pembinaan atas keterampilan mereka merawat dan mengendalikan sapi (SDG 1 tanpa kemiskinan). Menariknya, salah satu pemenang Sapi Tunggang adalah anak kecil yang masih berumur 6 tahun bernama Gani Mustofa, bahkan pemenang pertamanya adalah seorang perempuan (SDG 5 Kesetaraan Gender). Sapi yang diikutkan lomba tunggang juga tampak sejahtera dan kondisinya sangat baik. Tak heran, paska lomba harga jualnya menjadi meningkat. Setiap peserta juga berhak membawa pulang 50kg pakan ternak yang dibagikan panitia di akhir acara. Acara yang melibatkan pemerintah, kampus, peternak, dan masyarakat luas ini berlangsung meriah, memberi kebahagiaan bagi para peserta lomba yang tergabung dalam paguyuban, serta ribuan masyarakat yang menyaksikan.
Mengingat jumlah kasus zoonosis, khususnya rabies yang terjadi dan menyebabkan kematian mencapai 40% pada anak-anak usia dini, maka Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan menginisiasi kegiatan peningkatan kesadaran zoonosis sejak dini. Kesadaran yang berkelanjutan khususnya pada anak-anak hingga mereka dewasa, yang tidak hanya berhenti ketika kegiatan selesai, tetapi justru menimbulkan kewaspadaan secara berkelanjutan terhadap zoonosis, yang ter “frame” kuat dibenak anak-anak didik, untuk mempersiapkan awareness atau kesadaran terhadap zoonosis-zoonosis lain yang mungkin akan datang, mengingat perkembangan globalisasi sekarang ini, berpotensi masuk dan menyebarnya zoonosis dari 1 negara 1 ke negara lain dengan mudah serta munculnya penyakit infeksius baru.
Pada kegiatan Panen Raya serta Tanam Padi dan Jagung di Kabupaten Gunung Kidul (01/07) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI yang diwakili oleh Direktur Pakan, Nur Saptahidayat, secara resmi menyerahkan dokumen kerjasama kegiatan penyadaran zoonosis antara Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan UGM dan BBGP DIY melalui Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nasrullah, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian dalam sambutannya, menyatakan dukungannya terhadap upaya kolaborasi pencegahan zoonosis ini, “Pengenalan pendidikan zoonosis ke dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi merupakan langkah maju yang signifikan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Penting bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk anak-anak, untuk memiliki pengetahuan tentang ancaman penyakit zoonosis.”
Pada kesempatan yang sama, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian, Syamsul Ma’arif, mengatakan “Bahwa pendidikan adalah kunci utama dalam pencegahan penularan zoonosis, dengan memberikan pengetahuan, maka kita dapat membekali mereka dengan ilmu, sehingga nantinya mampu menjadi agen perubahan di komunitas mereka. Melalui kegiatan penyadaran zoonosis ini juga, anak-anak didik akan diberikan pemahaman terhadap zoonosis seperti cara menjaga hewan tetap sehat, cara mencegah penularan dan cara melindungi diri. Harapan kami, kegiatan ini dapat berjalan dengan sukses dan mendapatkan dukungan penuh dari semua pihak. Dan semoga dengan kegiatan ini, Daerah Istimewa Yogyakarta dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam upaya melindungi masyarakat dari penyakit zoonotik”.
Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta, Beny Suharsono, menyoroti pentingnya inisiatif ini, khususnya dalam mengatasi kasus zoonosis seperti antraks. Beliau menyatakan, “Perlu intervensi yang tepat sasaran seperti ini kepada masyarakat, petani, pelajar, dan seluruh lapisan masyarakat, agar kasus zoonosis di wilayah Yogyakarta dapat dicegah.” Lebih lanjut beliau menyampaikan antusiasnya terhadap kemitraan ini dan mengapresiasi seluruh pemangku kepentingan yang telah mewujudkan program ini.
Program di Yogyakarta ini mengadopsi pendekatan baru dan inovatif, dengan menggabungkan kegiatan kesadaran zoonosis di sekolah dasar di Kabupaten Sleman dan Gunung Kidul dengan mengintegrasikan pendidikan zoonosis ke dalam kurikulum “Merdeka Belajar”. Sebelumnya, para guru di BBGP Daerah Istimewa Yogyakarta akan diberikan edukasi mengenai pengetahuan zoonosis sehingga mereka dapat memberikan penyadaran zoonosis yang efektif dan komprehensif di sekolah.
Selain itu, Fakultas Kedokteran Hewan UGM juga telah berkomitmen untuk melaksanakan kerjasama ini di lingkungan universitas. Komitmen tersebut antara lain dengan menyelenggarakan kegiatan pengayaan dan penambahan materi pada kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka, pengabdian masyarakat, peningkatan keterlibatan mahasiswa melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik FKH UGM di dua wilayah di DI. Yogyakarta, yaitu Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung KIdul dan khususnya terfokus pada pencegahan penyakit antraks. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk memajukan pengetahuan dan praktik yang akan membantu mengendalikan penyakit zoonosis di wilayah tersebut.
“Saya secara khusus ingin mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Yogyakarta, BBGP, dan UGM atas kemitraan kita dalam mewujudkan pencapaian penting ini. Kami juga terus berterima kasih kepada Menteri Pertanian atas kepemimpinannya yang luar biasa, yang tanpanya, intervensi kesadaran zoonosis ini tidak akan terwujud. Jadi, kita tidak akan meninggalkan siapa pun dalam upaya pembangunan untuk menjaga kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan,” ujar Rajendra Aryal, Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor-Leste.
_______________
Kontak Media:
Saskia Soedarjo, National Communication Specialist, Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO). (+628121191403)