Dalam rangka mendorong gerakan hidup sehat sekaligus memperingati Hari Anak Nasional, Tim KKN-PPM Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Tim KKN-BN Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPNVY) berkolaborasi untuk menyelenggarakan kegiatan Jalan Sehat di Desa Sukorini, Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten
Penyakit Anthrax perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus karena sulit diberantas. Penyebaran penyakit ini melalui spora yang bisa menyebar dengan sangat cepat dan cakupan wilayah terdampak yang sangat luas. Selain itu spora Anthrax juga bisa bertahan hidup sampai puluhan tahun.
Kegiatan Pengabdian Masyarakat kali ini diisi dengan pemaparan cara menangani wabah penyakit Anthrax oleh narasumber yang berkompeten di bidangnya.
Setelah kegiatan penyuluhan dilanjutkan dengan pemberian bantuan berupa vitamin dan obat cacing kepada peternak kambing dan sapi setempat.
Kegiatan ini selaras dengan SDGs utamanya ( Hastag) : poin 3 kehidupan sehat dan sejahtera, poin 12 konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab dan poin 15 ekosistem daratan
Kegiatan ini dimulai pada pukul 19.00 dengan sesi memasak bersama, dilanjutkan dengan sesi games, sharing session dan bonding. Kemudian dilanjutkan dengan outbound di sepanjang jalan setapak bukit Klangon pada pagi hari kedua. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan habitat pada daerah terus dan membuat anggota baru bertanggung jawab, serta ikut andil dalam pelestarian alam.
Meskipun acara yang dilakukan cukup padat, serta memerlukan banyak persiapan, peserta Semoet Dolan memastikan tidak ada sampah yang tertinggal. Prosesi masak bersama menggunakan bahan yang dapat diaur ulang dan dipastikan tidak meninggalkan api yang dapat merusak habitat sekitar.
Harapan kami melalui kegiatan ini adalah semakin tumbuhnya kesadaran atas kerusakan alam yang banyak terjadi di Indonesia dan juga terpupuknya rasa cinta kepada alam dalam diri setiap anggota. Dengan demikian, kegiatan ini berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals pada poin ke-13 mengenai penanganan perubahan iklim dan poin ke-15 mengenai ekosistem daratan.
Salam lestari!
Penulis: Qolbii Annisa M. G. dan Ardelia Kirana A.
Kredit Foto: Ardelia Kirana A.
Mengingat jumlah kasus zoonosis, khususnya rabies yang terjadi dan menyebabkan kematian mencapai 40% pada anak-anak usia dini, maka Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan menginisiasi kegiatan peningkatan kesadaran zoonosis sejak dini. Kesadaran yang berkelanjutan khususnya pada anak-anak hingga mereka dewasa, yang tidak hanya berhenti ketika kegiatan selesai, tetapi justru menimbulkan kewaspadaan secara berkelanjutan terhadap zoonosis, yang ter “frame” kuat dibenak anak-anak didik, untuk mempersiapkan awareness atau kesadaran terhadap zoonosis-zoonosis lain yang mungkin akan datang, mengingat perkembangan globalisasi sekarang ini, berpotensi masuk dan menyebarnya zoonosis dari 1 negara 1 ke negara lain dengan mudah serta munculnya penyakit infeksius baru.
Pada kegiatan Panen Raya serta Tanam Padi dan Jagung di Kabupaten Gunung Kidul (01/07) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI yang diwakili oleh Direktur Pakan, Nur Saptahidayat, secara resmi menyerahkan dokumen kerjasama kegiatan penyadaran zoonosis antara Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan UGM dan BBGP DIY melalui Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nasrullah, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian dalam sambutannya, menyatakan dukungannya terhadap upaya kolaborasi pencegahan zoonosis ini, “Pengenalan pendidikan zoonosis ke dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi merupakan langkah maju yang signifikan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Penting bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk anak-anak, untuk memiliki pengetahuan tentang ancaman penyakit zoonosis.”
Pada kesempatan yang sama, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian, Syamsul Ma’arif, mengatakan “Bahwa pendidikan adalah kunci utama dalam pencegahan penularan zoonosis, dengan memberikan pengetahuan, maka kita dapat membekali mereka dengan ilmu, sehingga nantinya mampu menjadi agen perubahan di komunitas mereka. Melalui kegiatan penyadaran zoonosis ini juga, anak-anak didik akan diberikan pemahaman terhadap zoonosis seperti cara menjaga hewan tetap sehat, cara mencegah penularan dan cara melindungi diri. Harapan kami, kegiatan ini dapat berjalan dengan sukses dan mendapatkan dukungan penuh dari semua pihak. Dan semoga dengan kegiatan ini, Daerah Istimewa Yogyakarta dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam upaya melindungi masyarakat dari penyakit zoonotik”.
Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta, Beny Suharsono, menyoroti pentingnya inisiatif ini, khususnya dalam mengatasi kasus zoonosis seperti antraks. Beliau menyatakan, “Perlu intervensi yang tepat sasaran seperti ini kepada masyarakat, petani, pelajar, dan seluruh lapisan masyarakat, agar kasus zoonosis di wilayah Yogyakarta dapat dicegah.” Lebih lanjut beliau menyampaikan antusiasnya terhadap kemitraan ini dan mengapresiasi seluruh pemangku kepentingan yang telah mewujudkan program ini.
Program di Yogyakarta ini mengadopsi pendekatan baru dan inovatif, dengan menggabungkan kegiatan kesadaran zoonosis di sekolah dasar di Kabupaten Sleman dan Gunung Kidul dengan mengintegrasikan pendidikan zoonosis ke dalam kurikulum “Merdeka Belajar”. Sebelumnya, para guru di BBGP Daerah Istimewa Yogyakarta akan diberikan edukasi mengenai pengetahuan zoonosis sehingga mereka dapat memberikan penyadaran zoonosis yang efektif dan komprehensif di sekolah.
Selain itu, Fakultas Kedokteran Hewan UGM juga telah berkomitmen untuk melaksanakan kerjasama ini di lingkungan universitas. Komitmen tersebut antara lain dengan menyelenggarakan kegiatan pengayaan dan penambahan materi pada kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka, pengabdian masyarakat, peningkatan keterlibatan mahasiswa melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik FKH UGM di dua wilayah di DI. Yogyakarta, yaitu Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung KIdul dan khususnya terfokus pada pencegahan penyakit antraks. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk memajukan pengetahuan dan praktik yang akan membantu mengendalikan penyakit zoonosis di wilayah tersebut.
“Saya secara khusus ingin mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Yogyakarta, BBGP, dan UGM atas kemitraan kita dalam mewujudkan pencapaian penting ini. Kami juga terus berterima kasih kepada Menteri Pertanian atas kepemimpinannya yang luar biasa, yang tanpanya, intervensi kesadaran zoonosis ini tidak akan terwujud. Jadi, kita tidak akan meninggalkan siapa pun dalam upaya pembangunan untuk menjaga kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan,” ujar Rajendra Aryal, Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor-Leste.
_______________
Kontak Media:
Saskia Soedarjo, National Communication Specialist, Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO). (+628121191403)
Seminar dibuka oleh Prof. Dr. drh. Aris Haryanto, M,Sc, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerjasama dan Alumni FKH UGM. Pada kesempatan ini, Aris menyebutkan bahwa telah ditandatangani Perjanjian Kerja Sama antara FKH UGM dengan IDHSI yang diharapkan selaras dengan SDGs 17 yaitu Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. “Seminar ini merupakan kegiatan pertama dan semoga dapat berlanjut pada tahun-tahun berikutnya karena terlihat antusias peserta yang sangat bagus dan perlu adanya update tentang sapi perah” ungkapnya. Hal ini juga diamini oleh PDHI D.I.Yogyakarta. “Kami sangat mengapresiasi dan berbangga, karena belum banyak seminar dan workshop tentang hewan besar, sehingga ini merupakan terobosan yang baik, yang diharapkan bisa meningkatkan skill dokter hewan terutama di Yogyakarta” ungkap drh. Romli Ainul Kusumo, wakil ketua II Bidang Hubungan Masyarakat dan Sosial Media PDHI. D.I. Yogyakarta
Pada blended seminar yang dihadiri oleh 120an praktisi dokter hewan dari berbagai wilayah dan beberapa mahasiswa, Prof. Richard menyampaikan tentang seluk beluk kepincangan pada sapi. Meskipun beliau mengambil contoh kasus lameness di negaranya, New Zealand, kasus ini sangat relevan dan bisa saja terjadi di Indonesia, sehingga dapat diambil pelajaran tentang cara penanganan kasus lameness. Pada sesi kedua, drh. Deddy Fachruddin Kurniawan menyampaikan tentang teknis pemotongan kuku. Diantaranya tips dan trik bagaimana handling dan restrain sapi yang akan dipotong kukunya. Kegiatan ini diharapan secara tidak langsung dapat mewujudkan kehidupan yang lebih sehat dan sejahtera (SDGs 3) dan menjaga ekosistem daratan yang lebih baik (SDGs 15).
Para peserta nampak antusias sejurus dengan pertanyaan yang dilontarkan kepada Prof Richard dan drh. Deddy. Dari pertanyan-pertanyaan tersebut banyak membuka kasus kepincangan di kalangan peternak sapi di Indonesia. Salah satu peserta seminar, drh. Keki Riza Murty, medik veteriner UPTD RPH dan Puskeswan, Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo mengungkapkan alasannya mengikuti kegiatan ini. Diantaranya ingin mengetahui lebih dalam tentang penanganan laminitis karena banyaknya kasus laminitis di Kabupaten Sukoharjo dan tidak terselesaikan dikarenakan petani lebih memilih untuk menjual ternaknya yang mengalami kepincangan. “Dari materi yang telah disampaikan, saya bisa mengetahui metode pangananan laminitis yang lebih baik, yang belum pernah saya lakukan di Sukoharjo” ungkapnya.
Seminar tersebut dilanjutkan dengan workshop yang dilaksanakan di Koperasi Sapi Perah Sarono Makmur, Cangkringan, Sleman. Pada workshop tersebut, Prof. Richard dan drh. Deddy disertai dengan drh. Sunu, dosen Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKH UGM dan drh. Taufiq , IDHSI, memberikan contoh praktik tentang penanganan dan perawatan kuku pada sapi yang mengalami lameness. Peserta workshop antusias mencoba langsung dengan dipandu oleh narasumber. drh Ruly, salah satu peserta workshop menyampaikan workshop ini lengkap mulai dari materi yang disampaikan hingga praktik langsung, dan ada pengetahuan baru yang didapatkan yang sangat bermanfaat.
Kontributor: Laila.
Dr. Rizal menyampaikan ada 15 ayat yang bersumpah demi waktu. Rasulullah SAW memiliki umur yang panjang dan diisi oleh hal-hal yang bermanfaat. Kita dan generasi muda harus mencontoh hal tersebut. Jangan sampai sudah tua, kita masih saru. Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan harga diri.
“Kesederhanaan itu adalah bagian dari sifat yang mulia. Kita harus menghindari sifat berlebih-lebihan Tidak berlebih-lebihan konsumsi, tidak berlebih-lebihan perburuan hewan, agar tidak terjadi extinction,” paparnya.
Dr. Rizal juga mengatakan bahwa harmoni adalah ilmu menjaga kelestarian termasuk di alam. Harmoni adalah relasi kita dengan sesama, dengan lingkungan, dan dengan Allah SWT. Ada dua culture yang melekat pada Masyarakat Indonesia, yaitu Shame culture dan Guilt culture. Shame culture lebih dikenal dengan pekewuh dalam Bahasa Jawa. Memang ada dampak positif dan negative dari memiliki shame culture ini. Dampak negatifnya adalah perasaan gengsi, yang menjurus pada hal yang boros. Dampak positifnya adalah kita menjadi orang yang bisa menempatkan diri. Kemudian Guilt Culture atau rasa bersalah. Ini berkaitan dengan hati nurani kita. Hal dalam diri kita yang bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini harus kita bina karena sulit untuk jujur pada diri sendiri. Banyak hati nurani yang dikalahkan dengan gengsi.
Setelah itu Dr. Rizal memimpin doa bersama pada acara halal bi halal, dilanjutkan dengan mendoakan anggota keluarga FKH yang akan berangkat haji ke tanah suci Mekah. Acara dilanjutkan dengan maaf-maafan dan makan bersama di teras auditorium FKH UGM. Acara ini diikuti oleh para pimpinan (dekanat), pensiunan, dosen, tendik, dan beberapa mahasiswa. Acara berlangsung khidmat dan menyenangkan.
W (19th), mahasiswa semester dua mengatakan, “Ini sangat menguntungkan bagi mahasiswa, terutama yang ngekos, sebuah penghematan. Selain itu, juga membantu tidak menambah-nambahi pikiran nanti mau makan apa karna sudah ada sarapan dari kampus. Sehingga, mengerjakan ujian juga jadi lebih fokus.” W juga berkata apa yang disiapkan oleh kampus lebih baik dari apa yang biasanya mahasiswa konsumsi Ketika sarapan.
Tujuan awal diadakannya sarapan gratis ini juga sebagai upaya untuk memastikan mahasiswa mendapatkan gizi yang bagus, terutama pada saat ujian. Sarapan yang disediakan berisi karbohidrat, protein, juga sayur. Hal ini selaras dengan tujuan keberlanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals) yang kedua, yaitu No Hunger (Tanpa Kelaparan). Lebih jauh lagi, pemberian sarapan gratis pada saat ujian selaras dengan upaya menigkatkan kualitas Pendidikan dengan gizi yang cukup.
Program sarapan gratis ini mencakup mahasiswa semua angkatan berjumlah lebih dari 900 orang (termasuk dosen dan tendik pengawas ujian) dalam kurun waktu 4 hari. Diharapkan hasil Ujian Tengah Semester menjadi lebih baik seiring dengan semakin baiknya kesehatan mahasiswa.
SDGs 2: No Hunger, SDGs 2: Tanpa Kelaparan, SGDs 4: Quality Education, SGDs 4: Pendidikan Berkualitas
Acara penandatanganan PKS dilaksanakan di Ruang Sidang 1 FKH UGM, dihadiri oleh Dekan; Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja sama dan Alumni; Kaprodi S1; Kaprodi dan Sekprodi PPDH; serta Kaprodi S2 FKH UGM dan perwakilan dari BBPTU HPT Baturraden.
Dekan FKH UGM, Prof. drh. Teguh Budipitojo, M.P., Ph.D., dalam sambutannya, menyampaikan wujud terima kasihnya atas perpanjangan kerja sama antara FKH UGM dengan BBPTU HPT Baturraden, sehingga mahasiswa FKH UGM tetap mendapatkan kesempatan berlatih dan mengembangkan ilmunya di BBPTU HPT Baturraden. “Kerja sama ini juga merupakan wadah bagi para dosen untuk melakukan berbagai kegiatan tridarmanya” papar Teguh.
BBPTU HPT Baturraden, yang merupakan pusat pembibitan sapi perah dibawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang bergerak di bidang pemuliaan, pemeliharaan, produksi dan pemasaran bibit sapi perah, menyambut baik inisiatif ini sebagai langkah menuju kerja sama yang berkelanjutan. “Penandatanganan kembali PKS ini sebagai bentuk legal formal untuk kedepannya supaya kerja sama ini dapat berkelanjutan lagi dan saya berharap nantinya BBPTU HPT Baturraden dapat memberikan kemanfaatan yang lebih,” tutur Kepala BBPTU HPT Baturraden, drh. Sintong HMT Hutasoit, M.Si.
Kerja sama ini meliputi kerja sama pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di bidang ruminansia Perah. Acara ditutup dengan penandatanganan PKS oleh Dekan FKH UGM dengan Kepala BBPTU HPT Baturraden dan diakhiri dengan foto bersama.
Informasi lebih lanjut tentang acara penandatanganan PKS dapat ditemukan dalam video [di sini] (https://www.youtube.com/watch?v=ePLYP7PzbZY).