







BeritaKegiatan MahasiswaSeminar Rabu, 29 Oktober 2025








Materi pertama yang disampaikan oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan RI, Dr. drh. Agung Suganda, M.Si. , mengenai tentang Peta Jalan Pemberantasan dan Situasi Terkini Penyakit dan Kuku yang ada di Indonesia. Kerangka Strategis untuk Indonesia Bebas PMK 2035 dituangkan dalam 8 pilar, antara lain vaksinasi PMK, pengamatan terus menerus terhadap PMK (surveillannce), biosecurity ketat dan pembatasan pergerakan hewan yang rentan PMK, Kesiapsiagaan dan tanggap darurat PMK, pemulihan produksi dan produktivitas ternak ruminansi pasca terkena PMK, penanganan dampak sosio-ekonomi PMK khususnya bagi peternakan rakyat, dan koordinasi dengan stakeholder dari dalam dan luar negeri. Kementerian Pertanian mendorong pelaksanaan Vaksinasi Mandiri dan menjamin ketersediaan dan akses vaksin PMK yang bermutu.
Kemudian Prof. Dr. drh. AETH Wahyuni, M.Si. sebagai narasumber ke dua, seorang Guru Besar dari Departemen Mikrobiologi FKH-UGM, menyampaikan bahwa Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) merupakan penyakit menular yang menyerang hewan berkuku belah (cloven hoofs), baik pada hewan ternak seperti sapi, kambing, kerbau, gajah, domba dan babi maupun hewan liar seperti rusa, bison jerapah bahkan Gajah. PMK disebabkan oleh Foot-and-Mouth Disease Virus (FMDV) dan bukan jenis zoonosis karena penyakit ini tidak menular ke manusia. PMK sendiri adalah salah satu Penyakit Lintas Batas yang serius karena sangat menular, dapat menyebar secara nasional dan internasional yang cepat serta tidak terduga.
Sebagai narasumber ketiga adalah Dr. drh. M. Munawaroh, MM., Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) memaparkan bahwa penanganan wabah PMK membutuhkan pendekatan komprehensif dan kolaborasi oleh semua pihak. Beberapa rekomendasi yang diberikan adalah pemulihan peternakan yang terdampak, peningkatan kapasitas dokter hewan dan petugas medik veteriner di lapangan. Investasi dalam penelitian vaksin dan pengobatan, melakukan vaksinasi secara berkala dalam waktu minimal 5 tahun.
Peran Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan dalam Penanganan PMK disampaikan oleh narasumber keempat, Prof. drh. Agung Budiyanto, MP, Ph.D. Berbagai peran tersebut antara lain, membentuk tim satuan tugas (Satgas) PMK di tingkat universitas yang terdiri dari dosen dan mahasiswa, menyediakan pakar klinis dan laboratoris untuk diagnosis virus penyebab PMK, memberikan komunikasi, informasi edukasi (KIE) kepada masyarakat salah duanya adalah dengan program pengabdian masyarakat dan KKN yang secara reguler diadakan setiap tahunnya.
Selanjutnya Dr. Ir. Indyah Aryani, MM, selaku Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, membagikan pengalaman dan langkah-langkah pengendalian PMK di Jawa wilayah Timur sejak tahun 2022 lalu. Tindakan yang dilakukan berupa isolasi ternak sakit berbasis kandang, melakukan lockdown di daerah tertular PMK yang berbasis desa atau kecamatan, pengobatan pada ternak yang sakit berbasis simptomatis, penutupan sementara pasar hewan, pembatasan lalu lintas ternak, desinfeksi kandang dan lingkungan, pemotongan bersyarat dan vaksinasi massal PMK. Lebih jauh lagi, drh. Retno WIdiastuti, sebagai Narasumber keenam, yang merupakan Kepala Bidang Kesehatan Hewan di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di Kabupaten Gunung Kidul juga memaparkan langkah-langkah yang diambil ketika terjadi kasus PMK, yaitu dengan mengajukan anggaran tambahan mendahului PERBUB Perubahan APBD Kabupaten Gunungkidul, respon laporan kematian ternak dan penelusuran kasus, pengambilan sampel, penguburan bangkai ternak, surveilans kasus, koordinasi lintas sektoral, pengobatan ternak yang sakit di lapangan, desinfeksi kandang dan lingkungan, pemberian vitamin untuk ternak sehat, Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), pemeriksaan kesehatan hewan di pasar, pengawasan lalu lintas ternak, dan persediaan obat serta desinfektan.
Dari kalangan industri peternakan swasta, drh. Nanang Purus Direktur Feedlot PT. Indo Prima Beef dari Lampung menyampaikan dampak besarnya kerugian ekonomi yang dialami oleh peternak apabila hewannya terjangkit PMK. Bentuk dampak langsung yang terlihat adalah pengurangan berat badan, penurunan produksi susu, hingga kematian hewan. Dampak langsung ini berpengaruh besar pada dampak tidak langsung karena menyebabkan peningkatan biaya antara lain biaya pemotongan, pengawasan lalu lintas hewan dan tindak karantina, tambahan biaya surveilans hingga biaya vaksinasi ternak. Hal ini juga berdampak pada kehilangan pendapatan berupa gangguan industri dan kehilangan peluang ekspor. Tahapan yang dilakukan demi mencegah terjangkitnya PMK antara lain adalah dengan memperketat SOP lalu lintas hewan. Dimulai sejak sebelum hewan diberangkatkan, kemudian masuk dalam stasiun karantina, hingga penerapan biosecurity yang sangat ketat termasuk biosecurity untuk semua tamu dan customer, biosecurity kendaraan, penyemprotan desinfektan pada kandang dan peralatan peternakan secara berkala, dan vaksinasi untuk setiap kedatangan sapi. Vaksinasi terbukti efektif mencegah sapi dari potensi tertular PMK. Sapi feedlot yang 100% divaksin terbukti 0 (Zero) kasus sejak vaksinasi diperlakukan.
Dari sisi praktisi ruminansia, drh. Bima Ade Rusandi sebagai Narasumber ketujuh menyampaikan bahwa kondisi peternak saat ini masih dalam tahap recovery sejak terjadinya PMK pada tahun 2022. Dalam jangka pendek, yang peternak inginkan adalah percepatan pengobatan pada daerah wabah, pengetatan lalu lintas ternak dan pasar hewan, dan percepatan distribusi vaksin pada daerah yang masih banyak ternak sehat. Dalam jangka menengah, peternak menginginkan untuk melakukan pengawasan menyeluruh terhadap ternak yang diperdagangkan di pasar maupun di tingkat pedagang. Memperketat monitor hewan sehat oleh dokter hewan. Dalam jangka panjang, melakukan peningkatan sumber daya manusia di bidang peternakan baik itu sebagai peternak maupun petugas.
Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab yang dimoderatori oleh drh. M. Th. Khrisdiana Putri, MP. Ph.D. Dari materi pembicara dan sesi diskusi, beberapa poin penting yang dapat disimpulkan adalah perlunya pengadaan vaksin sesuai jumlah dosis yang dibutuhkan di lapangan (baik melalui skema hibah maupun mandiri), optimalisasi anggaran untuk penanganan PMK, yang meliputi peningkatan anggaran untuk vaksinasi, pengobatan, dan pelaksanaan biosecurity, optimalisasi kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat (peternak sebagai produsen, peternak sebagai konsumen dan masyarakat secara luas) mengenai pentingnya PMK, pentingnya akselerasi vaksinasi, dan penerapan biosekuriti yang ketat.
Selain itu, peranan universitas perlu ditingkatkan dalam upaya penanganan PMK melalui riset kolaborasi yang mendukung penanganan PMK di Indonesia dengan lebih melibatkan mahasiswa dan dosen, perlunya penyediaan anggaran khusus untuk tenaga vaksinator dan personal tim pendukung di lapangan, dan mendorong Menteri Pertanian untuk mengeluarkan SK yang menyatakan bahwa PMK merupakan wabah sehingga semua stakeholder bisa ikut berperan akftif dalam penangan PMK di seluruh wilayah.
Kegiatan seminar nasional ini mendukung nilai-nilai Sustainable Development Goals (SDGs), antara lain tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab, ekosistem darat, serta kemitraan untuk mencapai tujuan.
Lihat Selengkapnya
Acara dibuka oleh webinar dengan dua pemateri yang menjadi keynote speakers, yaitu Dr. Porphutthachat Sota, D.V.M., Ph.D, and Dr. Shih Keng Loong. Pembicara pertama, Dr. Shih Keng Loong, mengangkat tema Emerging Vector-Borne Bacterial Pathogen in Oil Plantation and Leveraging Tick Cell Research for Innovations in Asia, yang secara harfiah diartikan sebagai Munculnya Patogen Bakteri Tular Vektor di Perkebunan Minyak dan Pemanfaatan Penelitian Sel Kutu untuk Inovasi di Asia. Dr. Loong bergerak di bidang Tropical Infectious Disease Research and Education Centre (TIDREC), Universiti Malaya.
Setelah itu, pembicara yang ke-2, Dr. Sota, menyampaikan materi tentang “One Health Perspective in Veterinary Parasitology”, atau yang secara harfiah diartikan sebagai Perspektif One Health dalam Parasitologi Veteriner. Dr. Sota sendiri adalah seorang dokter hewan dan dosen di School Of Animal Technology and Innovation, Institute of Agriculture, Suranaree University of Technology, Thailand. Setelah penyampaian materi, peserta mendapatkan kesempatan berdiskusi dan tanya jawab dengan pembicara. Acara webinar dan sesi tanya ini, dipandu oleh drh Aditya Widyapramita, M.Sc., seorang asisten dosen dari departemen Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Setelah acara webinar selesai, para peserta diarahkan untuk melakukan enrollment kelas melalui eLOK UGM. Mereka dapat mengakses materi-materi, dan latihan-latihan soal yang berkaitan dengan kedokteran hewan dari 10 dosen FKH UGM dalam bentuk Massive Open Online Courses (MOOC). Para peserta dapat membaca materi dan mengerjakan latihan soal dimanapun mereka berada dan sesuai dengan waktu ternyaman mereka masing-masing. Short Courses ini dapat direkognisi setara dengan 135 jam/ 3 kredit SKS UGM. Acara ini merupakan bentuk komitmen FKH UGM untuk menyebarkan ilmu pengetahuan lintas daerah, jarak dan waktu secara cuma-cuma. Acara ini juga bertujuan untuk melanggengkan hubungan FKH dengan mitra luar negeri, dan memperluas network di kancah internasional.
Agenda Veterinary International Online Course (VIOC) 2024 mendukung beberapa nilai dari Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu SDG 4 Pendidikan Berkualitas, SDG 10 Mengurangi kesenjangan, SDG 15 Ekosistem Darat dan SDG 17 Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.Lihat Selengkapnya
Seminar dibuka oleh Prof. Dr. drh. Aris Haryanto, M,Sc, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerjasama dan Alumni FKH UGM. Pada kesempatan ini, Aris menyebutkan bahwa telah ditandatangani Perjanjian Kerja Sama antara FKH UGM dengan IDHSI yang diharapkan selaras dengan SDGs 17 yaitu Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. “Seminar ini merupakan kegiatan pertama dan semoga dapat berlanjut pada tahun-tahun berikutnya karena terlihat antusias peserta yang sangat bagus dan perlu adanya update tentang sapi perah” ungkapnya. Hal ini juga diamini oleh PDHI D.I.Yogyakarta. “Kami sangat mengapresiasi dan berbangga, karena belum banyak seminar dan workshop tentang hewan besar, sehingga ini merupakan terobosan yang baik, yang diharapkan bisa meningkatkan skill dokter hewan terutama di Yogyakarta” ungkap drh. Romli Ainul Kusumo, wakil ketua II Bidang Hubungan Masyarakat dan Sosial Media PDHI. D.I. Yogyakarta
Pada blended seminar yang dihadiri oleh 120an praktisi dokter hewan dari berbagai wilayah dan beberapa mahasiswa, Prof. Richard menyampaikan tentang seluk beluk kepincangan pada sapi. Meskipun beliau mengambil contoh kasus lameness di negaranya, New Zealand, kasus ini sangat relevan dan bisa saja terjadi di Indonesia, sehingga dapat diambil pelajaran tentang cara penanganan kasus lameness. Pada sesi kedua, drh. Deddy Fachruddin Kurniawan menyampaikan tentang teknis pemotongan kuku. Diantaranya tips dan trik bagaimana handling dan restrain sapi yang akan dipotong kukunya. Kegiatan ini diharapan secara tidak langsung dapat mewujudkan kehidupan yang lebih sehat dan sejahtera (SDGs 3) dan menjaga ekosistem daratan yang lebih baik (SDGs 15).
Para peserta nampak antusias sejurus dengan pertanyaan yang dilontarkan kepada Prof Richard dan drh. Deddy. Dari pertanyan-pertanyaan tersebut banyak membuka kasus kepincangan di kalangan peternak sapi di Indonesia. Salah satu peserta seminar, drh. Keki Riza Murty, medik veteriner UPTD RPH dan Puskeswan, Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo mengungkapkan alasannya mengikuti kegiatan ini. Diantaranya ingin mengetahui lebih dalam tentang penanganan laminitis karena banyaknya kasus laminitis di Kabupaten Sukoharjo dan tidak terselesaikan dikarenakan petani lebih memilih untuk menjual ternaknya yang mengalami kepincangan. “Dari materi yang telah disampaikan, saya bisa mengetahui metode pangananan laminitis yang lebih baik, yang belum pernah saya lakukan di Sukoharjo” ungkapnya.
Seminar tersebut dilanjutkan dengan workshop yang dilaksanakan di Koperasi Sapi Perah Sarono Makmur, Cangkringan, Sleman. Pada workshop tersebut, Prof. Richard dan drh. Deddy disertai dengan drh. Sunu, dosen Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKH UGM dan drh. Taufiq , IDHSI, memberikan contoh praktik tentang penanganan dan perawatan kuku pada sapi yang mengalami lameness. Peserta workshop antusias mencoba langsung dengan dipandu oleh narasumber. drh Ruly, salah satu peserta workshop menyampaikan workshop ini lengkap mulai dari materi yang disampaikan hingga praktik langsung, dan ada pengetahuan baru yang didapatkan yang sangat bermanfaat.
Kontributor: Laila.
Lihat Selengkapnya
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali terdeteksi di Indonesia pada Mei 2022. Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM turut mendukung upaya pemerintah dan pihak-pihak terkait
Lihat Selengkapnya
Kegiatan MahasiswaSeminar Senin, 16 November 2020
Seminar Nasional merupakan salah satu program kerja tahunan dari Kelompok Studi Hewan Kesayangan (KSHK)
Lihat Selengkapnya
Kegiatan MahasiswaSeminar Kamis, 5 November 2020
BeritaKegiatan MahasiswaSeminar Rabu, 4 September 2019
Seminar Nasional “Pet Animal Dermatology : Cases And Treatment” diadakan dengan latar belakang masalah kesehatan hewan yang cukup beragam, salah satunya masalah pada kulit yang cukup banyak dengan insidensi yang cukup tinggi. Permasalahan kulit yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal penyebab penyakit dermatologi yaitu jamur, tungau, bakteri, virus, dan juga lingkungan. Sementara faktor internal penyebab penyakit dermatologi yaitu gangguan sistem imun, genetik dan abnormalitas sel. Beberapa diantaranya pun ada yang bersifat zoonosis. Dengan lingkungan dan iklim di indonesia yang cenderung hangat dan lembab, tentunya penyakit dermatologi pada hewan kesayangan khususnya anjing dan kucing lebih bervariasi. Tujuan diadakannya Seminar Nasional “Pet Animal Dermatology : Cases And Treatment” yaitu untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa FKH dan dokter hewan tentang penyakit kulit pada kucing dan anjing, memahami patofisiologi penyakit kulit dan pengobatannya, tetap up to date mengenai pendekatan terbaru dalam menangani penyakit kulit hewan kesayangan, dan membahas penyakit kulit yang umum terjadi dan sering dijumpai pada hewan kesayangan khususnya anjing dan kucing
Pada Seminar Nasional “Pet Animal Dermatology : Cases And Treatment” terdapat 4 sesi yaitu sesi Pertama dibawakan oleh Dr. drh. Tri Wahyu Pangestiningsih, MP yang akan membahas topik “Introduction : Anatomy, Physiology, and Immunity of The Skin”. Sesi Kedua dibawakan oleh drh. Tri Ayu Kristianty yang akan membahas topik “Clinical Approach and Treatment Options for Parasitic Skin Disease”. Sesi Ketiga dibawakan olrh drh. Herisman Hernadi yang mebahas topik “Yeast-Dermatitis: Key Steps for Diagnosis and Therapeutic”. Dan sesi terakhir akan dibawakan oleh Associate Professor Dr. Meena Sarikaputi DVM, MSC., Ph.D.,Dip.TVM yang akan membahas topik “Autoimmune Skin Diseases”.
Untuk pendaftaran dapat dilakukan melalui link berikut bit.ly/seminarkshk19 dengan cara mengisikan data yang diperlukan dan segera melakukan pembayaran. Berikut harga tiket Seminar Nasional “Pet Animal Dermatology : Cases And Treatment” yaitu 1). KSHK : Rp85.000 (1 Agustus-13 September 2019) dan Rp95.000(On the spot). 2) Non KSHK : Rp95.000 (1 Agustus-13 September 2019) dan Rp105.000 (On the spot). 3). Dokter Hewan : Rp150.000 (1 Agustus-13 September 2019) dan Rp180.000 (On the spot). Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Amel (081286181119)Lihat Selengkapnya
Lihat Selengkapnya
Lihat Selengkapnya