Yang Perlu Difahami Tentang TBC Sapi yang Dapat Menular ke Manusia

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp

Tuberkulosis pada sapi, adalah penyakit kronis pada sapi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium bovis yang kadang juga menyerang hewan menyusui yang lain. Penyakit ini dapat menular ke manusia yang umumnya melalui inhalasi atau mengkonsumsi susu yang tidak dipasturisasi. Penyakit ini pernah diketemukan hampir diseluruh dunia, tetapi beberapa negara telah mampu atau hampir mengeradikasi nya, meskipun masih banyak dijumpai di Afrika dan beberapa bagian negara Asia.
Kuman TBC sapi dapat ditularkan melalui inhalasi, ingesti atau melalui kulit yang terbuka. Kuman dapat ditemukan di cairan pernafasan, feses dan susu kadang juga ditemukan di urin, kadang di sekresi vagina atau juga sprema. Sejumlah besar kuman dikeluarkan saat akhir dari siklus infeksi. Kadang bisa dijumpai penyakit yang tanpa gejala dan ada juga yang bersifat pembawa penyakit(karier). Umumnya kejadian diantara sapi penyakit ini ditularkan secara aerosol pada hewan yang kontak dengan yang sakit. Pada pedet dapat tertular melalui konsumsi susu dari induk yang sakit.
Manusia dapat tertular TBC sapi utamanya dari mengingesti produk susu yang tidak dipasturisasi, aerosol dan juga kontak luka terbuka kulit. Daging mentah atau yang tidak dimasak dengan matang dapat juga sebagai sumber penularan.
Kuman ini dapat tahan beberapa bulan di lingkungan terutama pada lingkungan yang dingin, gelap dan lembab. Pada suhu 12-24 C kuman dapat bertahan 18 – 332 hari, dipengaruhi oleh kontak dengan sinar matahari.
Pada sapi perkembangan penyakit membutuhkan waktu beberapa bulan . Bahkan penyakit ini tidak muncul (dorman) sampai beberapa tahun dan akan berkembang pada kondisi stress dan hewan tua.
Gejal klinis yang ditimbulkan pada sapi biasanya kronis , pada awal infeksi tidak terlihat gejala, pada infeksi yang berlanjut gejala umumnya kurus yang progresif, demam dengan fluktuasi rendah, lemah dan napsu makan hilang. Pada hewan yang juga dengan gejala paru, menunjukkan gejala batuk basah dan parah di pagi hari, kondisi dingin atau pada saat aktivitas. Yang mungkin terlihat gejala kesulitas bernafas. Pada infeksi yang berlanjut hewan terlihat sangat kurus dan mengalami gangguan pernafsan yang akut. Pada beberapa hewan kelenjar limfe retropharingeal membesar dan mungkin bisa pecah. Pembengkakan kelenjar yang sangat besar akan bisa menganggu permbuluh darah, jalan nafas maupun saluran pencernaan. Jika saluran pencernaan juga terserang bisa terlihat diare atau konstipasi yang berselang(intermitten).
Lesi pada pemeriksaan bedah bangkai , menciri terbentuknya bungul dimana kuman terlokalisir. Bungkul ini umumnya kekuningan seperti keju, bahkan terjadi seperti penulangan. Pada Rusa lesi abses lebih banyak dijumpai dari pada bentuk bungkul tuberkel.
Jika pada sapi penyakit ini tidak dikontrol dengan baik, sering dijumpai kasus yang tinggi juga pada kucing.
Diagnosa klinis cukup sulit jika hanya mengandalkan gejala klinis. Di negara maju, beberapa infeksi diketemukan dari uji rutin atau monitoring di rumah potong hewan. Pada sapi hidup uji tuberkulin kulit dipakai untuk mendiagnosa yang ditunjukkan dengan reaksi hipersentitif kebengkakan pada uji. Histologi juga dapat dilakukan atau uji dengan mikroskop untuk Pengecatan tahan asam dengan pewarnaan Ziehl/neelsen.
Pengendalian TBC Sapi dengan uji dan potong atau tes dan segregasi, kelompok sapi yang rekator positif di uji kembali secara periodik untuk mengeleminasi sapi yang mengkin menularkan penyakit.
Vaksinasi dan pemberikan antibiotik tidak cukup evektif untuk mengendalikan penyakit ini.
Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner TBC Sapi
Tuberkulosis sapi dapat menular ke manusia. Ada 3 cara penularan TBC sapi dari manusia ke hewan yaitu, ingesti, inhalasi dan kontak langsung dengan membran mukosa atau luka terbuka. Penularan melalui mulut dapat terjadi karena mengkonsumsi susu atau produk susu yang tercemar dan secara teori dapat juga melalui konsumsi daging atau produk daging tetapi sampai sekarang belum pernah dilaporkan. Pasturisasi yang sempurna akan menginkativasi kuman TBC sapi. Risiko mengkonsumsi susu yang tidak dipasturisasi yang berasal dari susu produksi peternakan yang terinfeksi TBC ada tetapi hasil penelitian di Inggris dari 20 kasus yang mengkonsumsi susu dan produknya yang tiak dipasturisasi sekitara 1500 kuman akan ikut terkonsumsi. Jumlah ini masih dibawah ambang batas dosis infeksi yang diperlukan melalui rute infeksi oral. Jika yang dikonsumsi adalah produk susu seperti keju hasil dari susu yang tidak dipasturisasi kuman yang ikut masuk jumlahnya jauh lebih sedikit. Sehingga kejadiannya sudah sangat jarang apalagi pada wilayah yang telah menerapkan pasturisasi susu dan juga telah melaksanakan pengendalian tbc ini.
Meskipun secara teori mengkonsumsi daging mentah atau tidak dimasak dengan sempurna darai sapi yang menderita TBC beresiko terjadi penularan tetapi sepertinya daging bukan kendaraan yang baiak untuk penularan penyakit ini. Apalagi pada pemeriksaan daging dimana bagian-bagian karkas yang secara fisik tampak pada pemeriksaan postmortem akan diafkir dan tidak boleh dikonsumsi maka resiko penyakit ini menular melalui daging sangat rendah.
Pada wilayah yang tidak terkontrol dengan baik, penularan ke manusia serng terjadi pada peternak, pekerja rumah potong hewan dan mereka yang sering kontak dengan sapi. Pada manusia beberapa gejalanya tidak simpomatik, jika pernyakit melanjut dapat menyebabkan keradangan pada kelenjar getah bening, kulit , tulang dan sendi, seluran kelamin, selaput otak atau sistem pernafasan. Anak kecil yang minum susu tanpa pasturisasi biasanya sering mengalami pembengkaan kelenjar di leher adalah gejala yang sering timbul dari TBC pada anak2. Akibat tertular TBC sapi karena mengkonsumsi susu yang tidak dipasturisasi. Infeksi melalui kulit dapat menyebabkan penyakitkuit lokal (butcher’s wart) yang biasanya juga dapat sembuh sendiri. Infeksi karena TBC dapat diatasi dengan pembrian antibiotik.
Menghadapi pelaksanaan ibadah kurban, penyakit ini tidak perlu dikawatirkan asal yang kita pilih adalah hewan yang terlihat tidk sakit, gemuk dan juga telah dilaksanakan pemeriksaan oleh petugas yang berwenang.
(Disarikan dari beberapa sumber )

Drh. Heru Susetya, MP, PhD
Ketua Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH UGM

Link lain topik terkait
Penjelasan Isu TBC pada Daging Qurban