Pada hari Sabtu, 23 Oktober 2021, Kelompok Studi Satwa Liar (KSSL) FKH UGM telah menyelenggarakan kegiatan Seminar Nasional Satwa Liar (SEMNAS) Banteng dalam rangka lustrum FKH UGM yang ke-15. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan Banteng Jawa sebagai satwa liar kepada masyarakat, memaparkan status dan eksistensi Banteng Jawa yang patut dijadikan perhatian karena statusnya yang endangered, memberikan edukasi mengenai pentingnya upaya konservasi Banteng Jawa, meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang pentingnya eksistensi Banteng Jawa dalam biodiversitas Indonesia, dan mengembangkan ilmu medis kedokteran hewan di ranah konservasi satwa liar yang terangkum dalam tema Seminar Nasional Satwa Liar tahun ini yaitu Highlighting Banteng’s Life From A Conservation Prespective, Threats to Habitat Loss, Conflicts with Humans, and Medical Review as Protected Wildlife. SEMNAS Banteng KSSL FKH UGM dihadiri oleh 301 partisipan dengan tiga pembicara yang ahli di bidangnya yaitu drh. Yohana Tri Hastuti sebagai senior veterinarian di Taman Safari Indonesia, Pudijadi, S. Sos sebagai Kepala Balai Taman Nasional Baluran, dan Iman Sapari, M. Si sebagai Direktur Yayasan Orang Utan Indonesia yang dimoderatori oleh Aldika Fakhin, S. K. H. Kegiatan ini dilaksanakan pukul 13.00-16.00 WIB menggunakan platform Zoom meetings.
Kegiatan diawali dengan pembukaan oleh Farra Nasywa Kamila sebagai Master of Ceremony dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Sambutan pertama dari Ketua Panitia SEMNAS Banteng KSSL FKH UGM 2021 yaitu Ilma Nabila, dilanjutkan dengan sambutan oleh Ketua KSSL FKH UGM yaitu Adam Bagus Pratama, Pembina KSSL FKH UGM yaitu Dr. drh. Soedarmanto Indarjulianto, dan Wakil Dekan I FKH UGM yaitu drh. Agung Budiyanto, MP, Ph. D. Setelah itu, sesi seminar diambil alih oleh Aldika Fakhin, S. K. H. sebagai moderator SEMNAS tahun ini. Sesi seminar pertama disampaikan oleh drh. Yohana Tri Hastuti yang menyampaikan tentang Upaya Konservasi Banteng Jawa (Bos javanicus javanicus) di Lembaga Konservasi Ex-situ.
Drh. Yohana Tri Hastuti atau biasa dipanggil drh. Yohana pada sesi pertama (13.39-14.20) menyampaikan tentang silsilah keturunan banteng sebagai determinasi penyakit dan penanganannya yang dialami oleh banteng, banteng sebagai nenek moyang dari domestic cattle, banteng sebagai dimorphism animal yaitu satwa yang dapat dibedakan berdasar penampakan luarnya, dan juga tentang subspecies banteng. Selain itu, beliau juga menyampaikan tentang data populasi banteng pada tahun 2016 dan dikonklusikan sebagai penurunan populasi banteng yang kemudian dapat menentukan status banteng saat ini yaitu dilindungi (PP No. 7 tahun 1999), endangered (IUCN), Appendix I Red List (CITES) dan satwa prioritas menurut Permenhut No. 57/2008. Faktor-faktor penyebab penurunan populasi banteng tersebut diidentifikasi dari destruksi dan degradasi habitat, perburuan ilegal dan liar, penyakit-penyakit hewan domestik, interbreeding dengan hewan domestik yang mengancam integritas genetika banteng. Penyakit-penyakit yang dialami banteng sama halnya seperti penyakit yang dialami oleh domestic cattle yaitu penyakit infeksius seperti tuberculosis dan brucellosis, penyakit parasiter baik secara internal atau eksternal, dan penyakit non infeksius yang kemudian dicegah melalui manajemen kesehatan melalui preventive medicine protocol (hal terpenting dan utama), pemeriksaan rutin, tuberculosis test, vaksinasi, pengecekan darah secara hematologis dan kimiawi, pemeriksaan feses rutin, dan deworming. Beliau juga menyampaikan tentang upaya konservasi yang dilakukan sejauh ini seperti perbaikan genetik Banteng Jawa berbasis teknologi reproduksi dan pengkoleksian sperma sebagai bahan injeksi inseminasi buatan.
Setelah sesi pertama selesai, sesi kedua dimulai. Sesi kedua (14.28-14.48 WIB) disampaikan oleh Pudjiadi, S. Sos sebagai Kepala Balai Taman Nasional Baluran. Beliau menjabarkan bahwa TN Baluran dengan luas 25.000 hektar telah diberi mandat pengelolaan sebagai habitat dan populasi Banteng Jawa dan Macan Tutul Jawa sejak 1997. Permasalahan utama yang terjadi di TN Baluran adalah adanya invasi tanaman akasia yang telah meluas hingga 6.400 hektar, tetapi telah dilakukan upaya pemulihan berupa tebang oles sejak 1985. Terkait dengan banteng, TN Baluran telah melakukan upaya pembinaan habitat banteng seperti pemulihan ekosistem, pemeriksaan kubangan, dan pengaliran air dari sumber air. Dilakukan juga monitoring populasi dan distribusi banteng, studi ekologi banteng liar, dan pemeriksaan kesehatan banteng secara berkala. Sampai tahun 2020, telah ada 11 ekor banteng di suaka satwa banteng di TN Baluran. Suaka satwa banteng tersebut juga merencanakan perluasan wilayah menjadi 50 ha dan diresmikan sebagai pusat rescue banteng di Jawa Timur. Suaka satwa banteng TN Baluran juga menjalin mitra konservasi dengan beberapa lembaga konservasi dan lembaga pemerintah lainnya.
Setelah sesi kedua selesai, sesi ketiga dimulai. Sesi ketiga (14.52-15.15 WIB) disampaikan oleh Iman Sapari, M. Si sebagai Direktur Yayasan Orang Utan Indonesia (Yayorin). Yayorin merupakan NGO lokal yang bergerak di bidang kelestarian hutan untuk kesejahteraan umat. Program utama yang dilakukan Yayorin adalah penelitian keanekaragaman hayati meliputi monitoring populasi dan penelitian orangutan dan banteng. Latar belakang Yayorin mengamati perilaku banteng adalah Banteng Kalimantan sudah tergolong endangered species berdasarkan IUCN, belum adanya data distribusi mengenai Banteng Kalimantan, dan belum banyaknya riset DNA Banteng Kalimantan sehingga dibentuklah strategi rencana aksi konservasi Banteng Kalimantan. Penelitian Banteng Kalimantan yang dilakukan di Belantikan menghasilkan kedua sudut pandang, yakni hasil etnozoologi dan hasil bioekologi. Yayorin telah melakukan kerjasama konservasi dengan beberapa lembaga dan mendapat dukungan perlindungan Banteng Kalimantan dan orangutan dari masyarakat sekitar. Tantangan utama konservasi banteng antara lain adalah ukuran populasi yang masih kecil dan tersebar sehingga sulit untuk dilakukan pengamatan, penelitian dan publikasi ilmiah terbatas, serta masih adanya perburuan. Dengan tantangan di atas, Yayorin telah berupaya untuk mendorong upaya perlindungan, pos pengamanan, deklarasi spesies banteng, peningkatan status konservasi, menerbitkan publikasi ilmiah dan melakukan penelitian lanjutan, serta membangun kerjasama konservasi secara kolaboratif dan meminta dukungan dengan pemberdayaan masyarakat. Setelah sesi ketiga selesai, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, sesi kuesioner, dan penutup.
Secara keseluruhan, acara SEMNAS Banteng KSSL FKH UGM berjalan dengan lancar. Berdasarkan hasil kuesioner yang diisi oleh 275 peserta, sebanyak 92,73% peserta menyatakan SEMNAS telah berjalan dengan lancar dan 7,27% lainnya memberikan kritik dan saran terkait waktu pelaksanaan kegiatan serta adanya kendala jaringan. Diharapkan, SEMNAS Banteng KSSL FKH UGM sebagai program kerja tahunan KSSL FKH UGM terus melakukan inovasi dan improvisasi dengan topik yang lebih menarik dengan outcome yang lebih baik dari tahun ini mengingat tingginya antusiasme partisipan untuk mengikuti SEMNAS Banteng tahun 2022. Salam Lestari!