Pada hari Sabtu, 28 November 2020, UKM Himpunan Studi Ternak Produktif (HSTP) FKH UGM telah menyelenggarakan Seminar Nasional (SEMNAS) HSTP 2020. SEMNAS HSTP merupakan program kerja tahunan dari UKM HSTP yang membahas berbagai isu dan topik mengenai persoalan di ranah kedokteran hewan dengan menghadirkan pembicara-pembicara yang mumpuni di bidang tersebut. SEMNAS HSTP 2020 memiliki tujuan sebagai langkah antisipasi atau preventif dari masuk dan menyebarnya virus flu babi G4 di Indonesia, serta edukasi terhadap berbagai lapisan masyarakat mulai dari dokter hewan, mahasiswa dokter hewan, serta masyarakat umum, sehingga diharapkan lapisan masyarakat tersebut bisa lebih mengetahui lebih dini mengenai bahaya virus G4 EA H1N1 serta langkah-langkah preventif untuk mencegah masuk dan berkembangnya virus G4 EA H1N1 di Indonesia. Paa tahun ini penyelenggaran acara tahunan HSTP dilakukan secara online atau daring dikarenakan pandemi COVID-19 yang masih terjadi sampai saat ini.
Webinar SEMNAS HSTP 2020 mengangkat tema : “G4 EA H1N1 : Mewaspadai dan Memahami Lebih Lanjut Potensi Virus Flu Babi di Indonesia”. Webinar SEMNAS HSTP 2020 dipandu oleh drh. Okti Herawati. Pada kesempatan tersebut, materi disampaikan oleh Dr.drh.NLP Indi Dharmayanti, M.Si selaku Peneliti Utama Bidang Virologi dan Biologi Molekuler Balai Besar Penelitian Veteriner, drh. Agus Sunanto, M.P selaku Kepala Pusat Karantina Hewan Badan Karantina Pertanian, dan drh. Paulus Mbolo Maranata selaku Ketua Asosiasi Dokter Hewan Monogastrik Indonesia.
Pemaparan materi pertama oleh Dr.drh.NLP Indi Dharmayanti, M.Si membahas mengenai pengenalan virus G4 EA H1N1 dari segi epidemiologi dan virologi. Virus influenza tergolong reassortant virus yang mana akan muncul dalam populasi yang tidak memiliki antibodi terhadap virus tersebut. Virus ini ditemukan di berbagai benua di dunia seperti Amerika, Eropa, dan Asia. Virus H1N1 yang ditemukan pada babi disebut avian likes swine influenza. Virus G4 EA H1N1 ini memiliki karakteristik yang lebih berbahaya daripada tipe G1 EA H1N1, yang mengakibatkan lesi pada paru-paru serta bronchiolitis. Virus ini memiliki RNA dengan gen yang susunannya selalu berubah sehingga viru ini akan terus bermutasi. “Monitoring sistematis yang berkelanjutan dan penilaian potensi risiko virus influenza yang muncul pada babi diperlukan untuk menjadi sebuah peringatan dini terkait terjadinya pandemi di masa mendatang. Ini menjadi suatu alert melalui warning system bagi kita, apakah virus ini bisa menyebabkan suatu pandemi baru karena telah memiliki cikal bakal yang cukup mengkhawatirkan”, ungkap beliau pada akhir sesi materi pertama.
Pemaparan materi kedua diisi oleh drh. Agus Sunanto, M.P. Beliau menyampaikan tentang keberadaan virus G4 EA H1N1 ditinjau dari sistem karantina di Indonesia. Risiko penularan penyakit dapat semakin tinggi mengingat adanya peningkatan perkembangan lalu lintas barang dan manusia. Untuk itu, pemerintah harus mengambil langkah, baik itu langkah kebijakan maupun langkah operasional terkait perkembangan ini. Ketentuan mengenai karantina sendiri telah tercantum dalam UU No. 21 Tahun 2019. Karantina di Indonesia memiliki tugas dan fungsi perlindungan penyakit, keamanan hayati, keamanan mutu pangan dan pakan, instrumen perdagangan, serta penegakan hukum. Dalam mengantisipasi masuknya potensi virus atau penyakit, langkah karantina yang dilakukan adalah memperketat pengawasan dan pemeriksaan terhadap pemasukan, pengeluaran, dan lalu lintas area di wilayah. Penyebaran penyakit yang dipengaruhi oleh lalu lintas alat angkut, perbatasan antar negara, populasi hewan rentan, serta timbulnya emerging dan re-emerging disease harus terus diwaspadai. Badan karantina berupaya mencegah masuknya penyakit adalah melakukan diagnosa yang cepat dan tepat serta pengambilan kebijakan operasional dan tindakan lapangan dengan segera. Beliau mengungkapkan, “Pencegahan penyakit tidak cukup hanya dilaksanakan oleh petugas dan pemerintah, peran masyarakat sangat diperlukan, begitu juga dengan pemahaman peternak yang baik dan benar mengenai biosekuriti”. Lebih lanjut, beliau menyampaikan bahwa sampai saat ini, kasus G4 EA H1N1 belum ditemukan di Indonesia, dan semoga tidak ditemukan, mengingat kasus di China telah mengalami penurunan.
Pemaparan materi ketiga oleh drh. Paulus Mbolo Maranata yang membahas urgensi surveillance dan biosekuriti dalam pencegahan virus G4 EA H1N1 terhadap peternakan babi di Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa status virus G4 EA H1N1 mungkin ada tetapi waktu, sebaran, dan jumlah dalam surveillance terbatas. Virus G4 EA H1N1 berpotensi menyebabkan pandemi baru mengingat karakteristiknya yang mudah bermutasi. Namun, untuk urgensi surveillance belum bisa dikatakan demikian karena pandemi Covid-19 masih menjadi prioritas utama. Kemudian, beliau menjelaskan pentingnya one health sebagai solusi bagi permasalahan virus ini. Dalam peternakan babi, pencegahan penyebaran penyakit dilakukan dengan mewajibkan penggunaan masker bagi siapapun yang berhubungan dengan babi, kemudian diterapkannya larangan terhadap tindakan lain yang mampu memicu penularan penyakit seperti meludah, membuang ingus, merokok, dan batuk/bersin sembarangan. Beliau menyebutkan bahwa penyakit yang sering menyerang babi adalah virus ASF, swine influenza, kolera, bakteri, parasite, dan protozoa. Biosekuriti dalam upaya pencegahan virus G4 EA H1N1 pada peternakan babi dilakukan dengan menghentikan swill feeding, membatasi lalu lintas orang, hewan, dan barang, serta penerapan sanitasi dan desinfeksi. Hal-hal penting terkait biosekuriti antara lain perlunya kesadaran dan dukungan semua stakeholder. Beliau mengungkapkan, “Kesadaran inilah unsur yang paling penting, tetapi realitanya masih kurang”. Selain itu, dibutuhkan pula sarana diagnosa dan dokter hewan lapangan yang cepat dan tanggap, pelaksanaan sosialisasi, penerapan sanksi bagi pelanggar, alokasi anggaran dalam peternakan, serta peran dan dukungan pemerintah pusat dan daerah bagi kalangan peternak.
Dalam kasus virus G4 EA H1N1 adanya monitoring sistematis yang berkelanjutan, penilaian potensi risiko virus influenza yang muncul pada babi diperlukan untuk menjadi sebuah peringatan dini terkait terjadinya pandemi di masa mendatang, perlu adanya kolaborasi tidak cukup hanya dilaksanakan oleh petugas dan pemerintah, peran masyarakat sangat diperlukan, begitu juga dengan pemahaman peternak yang baik dan benar mengenai biosekuriti sehingga kasus G4 EA H1N1 tidak ditemukan di Indonesia dan tidak menimbulkan pandemi baru. SEMINAR NASIONAL HSTP 2020 ini diharapkan mampu memberikan edukasi serta menjadi sarana bagi dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan, dan masyarakat umum agar lebih mengenal dan peduli tentang isu dan persoalan dalam bidang kedokteran hewan yang terkait dengan kesehatan manusia pada umumnya, serta meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi sebagai bekal dalam dunia kerja di masa mendatang pada khususnya.