Antropozoologi: Mengulik Hubungan Manusia dan Hewan

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp

November 2019, berangkat dari kekhawatiran akan masalah sosial dan lingkungan yang berdampak pada kesejahteraan hidup hewan, Badan Penerbitan Pers Mahasiswa (BPPM) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM) menerbitkan sebuah majalah MediVet (Media Informasi Veteriner) dengan tema “Antropozoologi”. Nama tema ini merupakan gabungan dari kedua kata yakni antropologi dan zoologi. Antropologi sendiri, menurut KBBI, memiliki arti ilmu tentang manusia. Sedangkan menurut KBBI, zoologi memiliki arti ilmu tentang kehidupan binatang. Maksud dari tema ini adalah BPPM ingin mengulik lebih dalam mengenai ilmu yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dan hewan melalui pendekatan kasus-kasus yang sedang hangat dibahas di Indonesia.

Pada hippofocus–rubrik, yang merupakan tema utama, membahas mengenai cara menjadi konservasionis yang baik, khususnya bagi para dokter hewan dan calon dokter hewan, dengan harapan dapat memperbaiki kesejahteraan hidup satwa liar di masa depan. Dokter Warih, seorang dokter hewan dari WRC (Wildlife Rescue Center) memberikan beberapa pandangan serta saran bagi mahasiswa, dokter hewan, maupun masyarakat umum  mengenai hal-hal apa saja yang dapat dilakukan agar semua orang dapat turut berperan memperbaiki populasi serta lingkungan satwa liar itu sendiri. Hal yang ditanyakan kepada dokter Warih adalah hal apa saja yang dapat dilakukan mahasiswa agar dapat menjadi seorang konservasionis yang baik. Menurut dokter Warih, antara lain dengan cara mahasiswa-mahasiswa mengadakan seminar tentang konservasi maupun satwa liar dan mengundang pembicara yang ahli dalam bidangnya, membagikan informasi melalui tulisan atau konten kreatif tentang satwa-satwa dilindungi dan bagaimana cara melestarikannya, serta menyebarkan awareness untuk menyadarkan masyarakat tentang betapa pentingnya untuk melestarikan alam. “Mahasiswa juga banyak membantu terutama saat program monitoring pasca release atau monitoring burung migran. Tanpa bantuan pendataan dan pelaporan dari teman-teman mahasiswa yang punya minat khusus ini, kita nggak akan tahu seberapa banyak burung yang melintas di Indonesia, wilayah lintasannya di mana saja, dan perkiraan asal mereka.” kata beliau. “Karena kalau membicarakan konservasi, kita nggak bisa berjuang di satu sisi. Tetapi bantuan dari berbagai pihak yang dihimpun bersama itu juga penting” tambahnya. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa konservasionis membutuhkan kerja sama serta kesinambungan yang baik untuk menjaga satwa liar Indonesia. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dimulai dari diri sendiri, dengan menjadi seorang konservasionis yang baik.

Pada rubrik Buzz, terdapat jajak pendapat mengenai korelasi antara pemindahan ibu kota baru dengan kelestarian satwa asli Kalimantan. Jajak pendapat ini diusung atas kekhawatiran akan tergerusnya hutan yang bertindak sebagai habitat asli satwa liar sehingga dapat menurunkan populasinya, sehingga pewawancara bertanya pada beberapa orang mengenai pendapatnya tentang ‘Setuju’ atau ‘Tidak’-nya para responden akan pemindahan ibu kota ke Kalimantan.

Selain beberapa artikel yang telah dijabarkan secara ringkas sebelumnya, Majalah MediVet ini juga memliki banyak artikel-artikel lain yaitu mengenai Satwa Baru di Indonesia, cerita sepak terjang dua orang mahasiswa FKH UGM angkatan 2016 yang berhasil menjuarai PIMNAS ke-32, cara belajar mahasiswa FKH, serta masih banyak bacaan hiburan lainnya.

MediVet dengan tema “Antropozoologi” ini diterbitkan dengan harapan agar dapat meningkatkan ketertarikan mahasiswa untuk membaca, untuk meningkatkan kepedulian dalam diri mahasiswa atas lingkungan yang akan berpengaruh terhadap hewan, serta untuk menghibur para pembaca sekalian. Ke depannya, MediVet diharap akan selalu hadi membawa manfaat. MediVet bisa dibaca di perpustakaan FKH UGM serta di sekre BPPM FKH UGM.