Peran Dokter Hewan di Bidang Medic Aquatic

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp

Yogyakarta, 15 September 2018 – Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM bersama Gamavet 1993 menyelenggarakan Kuliah Umum bertajuk “Penguatan Peran Profesi Veteriner di Bidang Medic Aquatic”. Kuliah ini diselenggrakan dalam rangka menyongsong Dies Natalis FKH yang ke-72 sekaligus reuni Gamavet 1993. “Selain dalam rangka menyongsosng Dies Natalis FKH dan temu kangen Gamavet 1993, acara ini diselenggarakan guna memfasilitasi para mahasiswa, civitas akademika serta kolega dokter hewan untuk mempertajam kompetensinya dalam bidang akuatik” terang drh. Pramu, M.Sc. selaku ketua panitia kuliah umum.

Kuliah umum ini menghadirkan drh. Toha Tusihadi dari Balai Perikanan dan Budidaya Laut (BPPL) Batam, drh. Lusi Rachmawati dari Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta dan drh. Erry Setyawan Mma., PCAH, MAHM dari FAO Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases (ECTAD) selaku pembicara yang mengulas mengenai peran dokter hewan di bidang akuatik. drh. Toha menjelaskan bahwa posisi Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi besar untuk budidaya laut. Budidaya laut akan berkembang jika disertai dengan optimalisasi peran dokter hewan di dalamnya. Peran dokter hewan dalam bidang medic aquatic meliputi penanganan penyakit dan menjamin keamanan produk, konsumen dan lingkungan. “Selain penanganan penyakit serta menjamin keamanan produk, dokter hewan juga berperan dalam hal pemuliaan hewan, dalam hal ini spesifik mengenai teknologi reproduksi dalam bidang akuatik” terang drh. Toha dalam presentasinya.

Teknik reproduksi dalam pemuliaan satwa akuatik sangat mendukung program konservasi atau pelestarian satwa-satwa akuatik. “Peran strategis dokter hewan dalam medic aquatic sangat besar, penguasaan teknik reproduksi dalam pemuliaan satwa tidak hanya sebatas pada ikan, namun juga pada mamalia air sangat mendukung program konservasi. ” tambah drh. Lusi.

Penjaminan keamanan produk, konsumen dan lingkungan berkaitan erat dengan isu global mengenai antimicrobial resistance (AMR). Masalah penyakit pada budidaya perikanan sangat berkaitan dengan penggunaan antibiotik. Penurunan komoditas ekspor udang dari Indonesia menurun karena ditolak di beberapa negara sebagai akibat dari pencemaran residu antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan aturan pakai dapat mengakibatkan resistensi antibiotik, selain itu dapat berdampak pula pada produk serta lingkungan. Dalam hal ini, dokter hewan berperan dalam mengatur kebijakan tentang distribusi, pengendalian peredaran serta penggunaan antibiotik dalam bidang akuatik. “dokter hewan sangat diperlukan dalam hal monitoring dan surveilans AMR untuk bakteri akuatik” ujar drh. Erry dari FAO ECTAD. Penggunaan antibiotik yang tidak bijak menyebabkan encemaran residu antibiotik tidak hanya pada produk perikanan, tetapi juga pada lingkungan. “Memelihara ikan berarti memelihara air, sehingga tata kelola penggunaan antibiotik serta tata kelola limbah atau sampah perairan juga perlu diperhatikan” imbuh drh. Lusi.

Kuliah umum mengenai peran dokter hewan dalam medic aquatic ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi seluruh peserta yang hadir. Meskipun demikian, peran ini perlu diperkuat dengan berbagai pemahaman atau tambahan materi seperti biokimia dan mikrobiologi air. Penguatan profesi veteriner dalam bidang akuatik juga perlu didukung oleh para pemangku kebijakan agar potensi perairan Indonesia semakin berkembang. (IP)